TUGAS INDIVIDU
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
RINITIS ALERGI
DISUSUN
OLEH :
RATNA MUSTIKA WATI
TK.III KEPERWATAN
TANGERANG -
BANTEN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat dan ridhonya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II.
Dalam suatu system pembelajaran,
mahasiswa dituntut harus mampu menyelesaikan tugas yang telah diberikan dengan baik,
dan dapat mengaplikasikanya dalam bentuk makalah dan mampu mempresentasikanya
dengan lisan. Makalah ini berjudul “PENYAKIT RHINITIS
ALERGI”.
Penyelesaian makalah ini tidak
lepas dari dorongan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Ibu
Ida Farida Skp. Mkes., selaku ketua STIkes YATSI ;
2. Ibu Nining S.kep. Ns.,
selaku dosen mata kuliah keperawatan
medical bedah II ;
3. Orang
tua kami , yang senantiasa memberi dukungan moril dan materi dalam proses
pembuatan makalah ini ;
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami
mengarapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar makalah ini dapat
menjadi makalah yang bermutu dan bermanfaat bagi para pembacanya.
Tangerang,
28 Januari
2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………………………… i
Daftar isi…………………………………………………….....…………………
ii
BAB I :
Pendahuluan
1.1.Latar belakang………………………………………………………… 1
1.2.Tujuan peulisan………………………………………………………… 1
1.3.Identitas masalah……………………………………………………… 1
1.4.Pembatasan
Masalah…… …………………………………………….. 2
1.5.Sistematika
penulisan…………………………………………………. 2
BAB II :
Tinjauan Teori
2.1. Definisi
Penyakit Rhinitis alergi…………………………………….. 3
2.2.
Klasifikasi Rhinitis alergi……………………………………………. 3
2.3.
Etiologi Rhinitis
alergi………………………………………………… 4
2.4. Patifisiologi Rhinitis
alergi…………...…………………………...........4
2.5.
Manifestasi Klinis Rhinitis alergi……………………....................... 5
2.6.
Penatalaksanaan Rhinitis alergi
……………………………………… 5
2.7. Pemariksaan Penunjang Rhinitis
alergi…………………………………. 7
2.8. Komplikasi Rhinitis alergi…………………………………………… 7
2.9. Pencegahan
Rhinitis alergi…………………………………………… 8
2.10. Prognosa Rhinitis alergi…………………………………………….. 8
BAB III :
Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian …………………………………………………………… 9
3.2 Diagnosa Keperawatan..................…...………………………… 9
3.3 Intervensi………………………………………………………………. 10
3.4
Evaluasi………………………………………………………………. 12
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 13
3.2 Saran...………………………………………………………………… 13
Daftar
pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Rinitis didefinisikan sebagai peradangan dari membran
hidung yang ditandai dengan gejala kompleks yang terdiri dari kombinasi
beberapa gejala berikut : bersin, hidung tersumbat, hidung gatal dan rinore.
Mata, telinga, sinus dan tenggorokan juga dapat terlibat. Rinitis alergi
merupakan penyebab tersering dari rinitis.
Rinitis alergi adalah peradangan pada membran mukosa
hidung, reaksi peradangan yang diperantarai IgE, ditandai dengan obstruksi
hidung, sekret hidung cair, bersin-bersin, dan gatal pada hidung dan mata.
Rinitis alergi mewakili permasalahan kesehatan dunia mengenai sekitar 10 – 25%
populasi dunia, dengan peningkatan prevalensi selama dekade terakhir. Rinitis
alergi merupakan kondisi kronik tersering pada anak dan diperkirakan
mempengaruhi 40% anak-anak. Sebagai konsekuensinya, rinitis alergi berpengaruh
pada kualitas hidup, bersama-sama dengan komorbiditas beragam dan pertimbangan
beban sosial-ekonomi, rinitis alergi dianggap sebagai gangguan pernafasan
utama. Tingkat keparahan rinitis alergi diklasifikasikan berdasarkan pengaruh
penyakit terhadap kualitas hidup seseorang. Diagnosis rinitis alergi melibatkan
anamnesa dan pemeriksaan klinis yang cermat, lokal dan sistemik khususnya
saluran nafas bawah.
1.2
Tujuan
Penulisan
1.2.1 Tujuan
Umum
Mahasiswa mampu
memahami dan melakukan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien
dengan rhinitis alergi.
1.2.2 Tujuan
Khusus
a.
Memahami definisi dari rhinitis alergi.
b.
Mengetahui klasifikasi
dari renitis alergi.
c.
Mengetahui etiologi
dari renitis alergi.
d.
Memahami patofisiologi
dari renitis alergi.
e.
Mengetahui manifestasi
kinis dari klien dengan renitis alergi.
f.
Mengetahui
penatalaksanaan yang harus diberikan pada kien dengan renitis alergi.
g.
Mengetahui pemeriksaan
penunjang pada klien dengan renitis
alergi.
h.
Mengetahui komplikasi
dari renitis.
i.
Memahami proses
keperawatan pada klien dengan renitis
alergi.
1.3
Identifikasi
masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang ada maka dapat dirumuskan masalah dari makalah ini
adalah:
§
Apa
Pengertian dari Rhinitis alergika?
§
Apa
Etiologi dari Rhinitis alergika?
§
Apa
saja klasifikasi Rhinitis alergika ?
§
Bagaimanakah
patofisiologis pada Rhinitis alergika?
§
Apa
saja manifestasi dari Rhinitis alergika?
§
Pemerikasaan
diagnostik apa saja yang perlu ?
§
Bagaimankah
penatalaksanaan nya ?
§
Bagaimana
cara pencegahannya ?
§
Apa
saja komplikasi nya ?
§
Bagaimnakah
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Rhinitis alergika?
1.4
Batasan Masalah
Agar
masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan, dalam hal ini pembuatan makalah, maka penulis membatasi masalah hanya pada teori penyakit rhinitis alergica dan asuhan keperawatan.
1.5 Sistematika Penulisan
ð BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
1.2
Identifikasi
masalah
1.3
Batasan masalah
1.4
Tujuan penulisan
1.5
Sistematika penulisan
ð BAB
II TINJAUAN TEORI
2.
Konsep Dasar
2.1
Definisi
2.2
Etiologi
2.3
Patofisiologi
2.4
Pathway
2.5
Manifestasi Klinis
2.5 Komplikasi
2.6
Pemeriksaan Penunjang
2.7
Penatalaksanaa Medik
ð BAB
III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa
Keperawatan
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi
BAB
IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Definisi
Rhinitis adalah istilah medis untuk iritasi dan
peradangan dari selaput lendir di dalam hidung.. Dalam rhinitis, radang selaput
lendir disebabkan oleh virus, bakteri, iritasi atau alergi. Hasil peradangan
dalam generasi dalam jumlah besar adalah lendir, umumnya menghasilkan pilek,
serta hidung tersumbat dan pasca-nasal drip.
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh
reaksi alergi.pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah
tersensitisasi atau terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan
timbulnya alergi) yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia
ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen yang serupa( VonPirquet1986). Rhinitis
alergi adalah kelainan pada hidung
dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini
diperantarai oleh IgE (WHO ARIA tahun 2001).
Rinitis
alergi ditandai dengan gejala kompleks yang terdiri dari kombinasi dari:
Bersin, hidung tersumbat, gatal hidung, dan Rhinorrhea Mata, telinga, sinus, dan
tenggorokan juga dapat terlibat. Rhinitis alergi adalah penyebab paling umum
dari rhinitis. Ini adalah kondisi yang sangat umum, mempengaruhi sekitar 20%
dari populasi.
Meskipun
rinitis alergi bukan kondisi yang mengancam jiwa, komplikasi dapat terjadi dan
kondisi secara signifikan dapat mengganggu kualitas hidup, yang mengarah pada
sejumlah biaya tidak langsung.
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa.
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a. Rhinitis akut
(coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan
sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit
ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi
pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim
semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada
membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau
karena rinitis vasomotor.
2.2 Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang
diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi
alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction
Berlangsung
sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
Late Phase Allergic Reaction
Reaksi yang
berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan
dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
Alergen Inhalan, yang
masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan
epitel dari bulu binatang serta jamur.
Alergen Kontaktan,
yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan
kosmetik atau perhiasan.
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi
alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non
spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi
yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular saja
atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan
maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga
mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak menguntungkan
2.3
Klasifikasi
Berdasarkan waktunya Rhinitis Alergi dapat di
golongkan menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya
terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan
bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan))
diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya
kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
2.4
Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen
hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke
dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara
genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel
mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta
limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal,
dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan
hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh
persiapan. (Behrman, 2000).
Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamine
bekerja langsung pada reseptor histamine selular, dan secara tidak langsung
melalui refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui saraf
otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer dan
edema local reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca pajanan
allergen.
Kurang lebih 50% Rhinitis alergik merupakan manifestasi reaksi
hipersensitifitas tipe I fase lambat, gejala Gejala rhinitis alergik fase
lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya penciuman, dan hiperreaktivitas
lebih diperankan ooleh eosinofil.
2.4 phatway
2.5 Manifestasi Klinis
1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur
pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).
2. Hidung tersumbat.
3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler
yang disebabkan alergi biasanya
bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau
kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4. Hidung gatal dan juga
sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
5. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
Gejala
klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama
pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya
bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan diri dari benda
asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan
maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak. Hidung tersumbat, mata
gatal dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.
2.6 Pemeriksaan
Diagnostik
Diagnosis
rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji
laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat
keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran
nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika.
Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang
penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE
spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi
nasal masih terbatas pada bidang penelitian.
2.7
Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari
kontak dengan allergen penyebab
2.
Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai
sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi
dekongestan oral. Obat Kortikosteroid dipilih jika gejala utama sumbatan hidung
akibat repon fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat lain
3.
Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas
4. Penggunaan Imunoterapi.
Pemilihan obat-obatan
dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain :
1.
Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.
2.
Tidak menimbulkan takifilaksis.
3.
Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun demikian pilihan
terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.
4.
Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan
adanya efek samping sistemik.
Penatalaksanaan
rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen, farmakoterapi dan
imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam penatalaksanaan
rinitis alergika, penghindaran alergen hendaknya merupakan bagian terpadu dari
strategi penatalaksanaan, terutama bila alergen penyebab dapat diidentifikasi.
Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenaan dengan penyakit yang kronis, yang
berdasarkan kelainan atopi, pengobatan memerlukan waktu yang lama dan
pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika harus menggunakan
kortikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat efektif bila
penyebabnya adalah alergen hirupan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan
keamanan obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan
andalan utama sehubungan dengan kronisitas penyakit. Tabel 3 menunjukkan
obat-obat yang biasanya dipakai baik tunggal maupun dalam kombinasi. Kombinasi
yang sering dipakai adalah antihistamin H1 dengan dekongestan. Medikamentosa
diberikan bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama.
Imunoterapi pada anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan.
Jenis-jenis terapi medikamentosa akan diuraikan di bawah ini
1.
Antihistamin-H1 oral
Antihistamin-H1
oral bekerja dengan memblok reseptor H1 sehingga mempunyai aktivitas anti
alergi. Obat ini tidak
menyebabkan takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama
dan kedua. Generasi pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin,
sedangkan generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan
loratadin/desloratadin.
Generasi
terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena mempunyai rasio
efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat diminum sekali sehari,
serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam mengurangi gejala hidung dan
mata, namun obat generasi terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti
hidung.
Efek
samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan efek antikolinergik.
Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian besar tidak menimbulkan
sedasi, serta tidak mempunyai efek antikolinergik atau kardiotoksisitas.
2.
Antihistamin-H1 lokal
Antihistamin-H1
lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga bekerja dengan memblok
reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa aktivitas anti alergik.
Antihistamin-H1 lokal bekerja sangat cepat (kurang dari 30 menit) dalam
mengatasi gejala hidung atau mata. Efek samping obat ini relatif ringan.
Azelastin memberikan rasa pahit pada sebagian pasien.
3.
Kortikosteroid intranasal
Kortikosteroid
intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason,
mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi
nasal. Obat ini merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis
alergik dan efektif terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah
6-12 jam, dan efek maksimal terlihat setelah beberapa hari.
Kortikosteroid
topikal hidung pada anak masih banyak dipertentangkan karena efek sistemik
pemakaian lama dan efek lokal obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek
samping setelah pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis
steroid topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan
dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus
rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.
4.
Kortikosteroid
oral/IM
Kortikosteroid
oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison, metilprednisolon, prednisolon,
prednison, triamsinolon, dan betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan
hiperreaktivitas nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika
memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian
kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek
samping sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik
tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu
dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.
5.
Kromon lokal (‘local chromones’)
Kromon
lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil, mekanisme
kerjanya belum banyak diketahui. Kromon intraokular sangat efektif, sedangkan
kromon intranasal kurang efektif dan masa kerjanya singkat. Efek samping lokal
obat ini ringan dan tingkat keamanannya baik.
Obat
semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast dapat
diberikan pada anak yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali sehari
dan sampai saat ini tidak dijumpai efek samping.
6.
Dekongestan oral
Dekongestan
oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin, merupakan obat
simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Penggunaan obat
ini pada pasien dengan penyakit jantung harus berhati-hati. Efek samping obat
ini antara lain hipertensi, berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia,
sakit kepala, kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma
atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian terhadap
efek sentral. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat
meningkat, namun efek samping juga bertambah.
7.
Dekongestan intranasal
Dekongestan
intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan xilometazolin)
juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti
hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan efektif daripada dekongestan oral.
Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya
rinitis medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi lebih ringan.
Pemberian
vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak di
bawah usia l tahun karena batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang
sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan kardiovaskular dan sistem saraf
pusat.
8.
Antikolinergik intranasal
Antikolinergik
intranasal (misalnya ipratropium) dapat menghilangkan gejala beringus (rhinorrhea)
baik pada pasien alergik maupun non alergik. Efek samping lokalnya ringan dan
tidak terdapat efek antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan
untuk rinitis alergik pada anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol.
9.
Anti-leukotrien
Anti-leukotrien,
seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast, akan memblok reseptor CystLT,
dan merupakan obat yang menjanjikan baik dipakai sendiri ataupun dalam
kombinasi dengan antihistamin-H1 oral, namun masih diperlukan banyak data
mengenai obat-obat ini. Efek sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan baik.
2.8 Pencegahan
Beberapa langkah/tips berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda tidak
tahu jenis pollen apa yang membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang membuat anda
alergi itu lebih bagus lagi.
Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu
pollen sangat banyak di udara. Umumnya pollen sedikit di udara hanya beberapa
saat setelah matahari terbit. Mereka kemudian jumlahnya makin banyak dan paling
banyak pada tengah hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian berkurang menjelang matahari terbenam.
Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC
untuk membantu mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan kipas dengan buangan keluar (exhaust
fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen masuk ke dalam rumah anda.
Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
-
Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.
-
Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.
Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen
sedang berlangsung di tempat anda ke tempat di mana tanaman yang membuat anda
alergi tidak tumbuh.
Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari
berangin.
Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan
mold, seperti berkebun (terutama saat bekerja dengan kompos), memotong rumput.
Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang
berguguran, potongan rumput, dan kompos.
Di daerah yang
berudara lembab mold di dalam rumah dapat mencetuskan serangan asthma, rhinitis
alergika dan dermatitis alergika. Beberapa langkah berikut dapat membantu:
Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower
curtains, dan karet-karet jendela paling sedikit sebulan sekali dengan disinfektan
atau cairan pemutih. Gunakan pemutih dengan hati-hati, karena dapat membuat
hidung anda teriritasi. Jika hidung anda
teriritasi, gejala alergi anda dapat memburuk.
Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.
Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.
Jangan gunakan karpet.
Oleh karena orang
dewasa menghabiskan 1/3 waktu mereka dan anak-anak menghabiskan ½ dari waktu
mereka di kamar tidur, maka penting agar tidak ada alergen di kamar tidur.
Jangan gunakan kasur, bantal dan guling yang diisi dengan kapuk.
2.9 Komplikasi
1.
Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau
menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
2.
Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis
media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
3.
Sinusitis kronik
Otitis media dan
sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya
sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
KASUS :
Nn. R umur 18 tahun
dirawat di ruang THT Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi hari kedua, ketika
dilakukan pengkajian oleh perawat didapat data hidung meler, bersin-bersin,
mata merah berair yang tidak berhenti-henti, lapisan hidung membengkak warna
merah kebiruan, mudah tersinggung, nafsu makan menurun, dan susah tidur, klien
bernafas melalui mulut.
A. Pengkajian
DS :
Nn. R mudah tersinggung
Nn. R mengatakan nafsu makan menurun
Nn. R mengatakan susah tidur
DO :
Hidung meler
Bersin-bersin
Lapisan hidung membengkak, warna merah kebiruan
Klien bernapas melalui mulut
B. Analisa data
SIGN & SYMPTOM
|
ETIOLOGI
|
PROBLEM
|
DS : -
DO :
hidung meler, bersin-bersin, klien
bernafas melalui mulut
|
Akumulasi mucus
|
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
|
DO :
klien mengatakan susah tidur.
DO :
bersin-bersin
hidung meler
|
Susah tidur, hidung
meler
|
Gangguan pola tidur
|
DS :
klien mengatakan nafsu makan menurun
Do : -
|
Nafsu makan menurun
|
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
|
C. NCP
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Bersihan jalan
nafas tidak efektiif b.d akumulasi mucus
DS : -
DO : hidung meler,
bersin-bersin, klien bernapas melalui mulut.
|
Bersihan jalan nafas kembali efektif
Kh : menujukkan
perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.
Mis : mengeluarkan
sekret
|
- Auskultasi bunyi napas. Catat adanya
bunyi napas, mis ; mengi, krekels, ronki
- Kaji/pantau frekuensi pernapasan
- Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis
: peninggian kepala tempat tidur, duduk pada persandaran tempat tidur.
- Pertahankan polusi lingkungan minimum mis
: debu asap dan bulu bantal yang berhubunggan dengan kondisi individu
- tingkatkan masukan caian 3000 /hari
sesuai jantung, memberikan air hangat.
|
- Obstruksi jalan
napas dan dapat atau tak di manevestasikan adanya bunyi napas adventisius.
- Adanya beberapa
derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres atau adanya
infeksi akut. Penafasan dapat melambat dan frekunsi ekspirasi memanjaga
inspirasi memendek.
- Peningian kepala
tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan mengunakn grafitasi
- Pencetus tipe reaksi
alergi pernapasan yang dapat mentreger episode akut
- hidrasi
membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
|
2
|
Gangguan pola
istirahat b.d penyumbatan pada hidung
DS :
klien mengatakan susah tidur.
Klien mengatakan mata berair tak ada
henti-hentinya
DO :
bersin-bersin
hidung meler
|
Perbaikan pola tidur
atau istirahat
Kh :
Klien tampak bisa
tidur
Tidak sering terbangun
pada malam hari
|
- Tentukan kebiasan tidur biasanya dan
perubahan yang terjadi
- Berikan tempat tidur yang nyaman dan
beberapa milik pribadi mis : bantal, guling.
- Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan
dalam pola lama dan ling kungan baru.
- Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur
.
- instruksikan tindakan relaksasi.
- Berikan sedative sesuai indikasi
|
- Mengakaji perlunya dan mengidentifikasi
intervensi yang tepat
- Meningakatkkan kenyamanan tridur serta
dukungan fisiologis/psikologis
- bila rutinitas barumenggandung aspek
sebanyak kebiasaan lama,stres dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang
- Meningkatkan efek relaksasi.
- Membantu menginduksi tidur
- Membantu pasien agar mudah beristirahat
|
3
|
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan b.d Nafsu makan menurun
Ds : klien mengatakan
nafsu makan menurun
Do : -
|
Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh
Kh :
- Nafsu makan membaik
- Keadaan umum membaik
- Klien tampak mau makan
|
- Jelaskan tentang manfaat makan bila
dikaitkan dengan kondisi klien saat ini
- Anjurkan agar klien memakan makanan yang
tersedia di RS
- Lakukan dan ajarkan perawatan mulut
sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah intervensi/periksaan
peroral.
- tingkakan lingkungan yang menenangkan
untuk makan dengan teman jika memungkinkan.
- Berikan makanan dalam keadaan hangat
- berikan makanan selingan (mis; keju,
biskuit, sup, buah-buahan)yang tersedia dalam 24 jam
- Kolaborasi tentang pemenuhan diet klien
|
- Dengan pemahaman klien akan lebih
kooperatif mengikuti aturan
- Untuk menghindari makanan yang justru
dapat mengganggu proses penyembuhan klien.
- Higiene oral yang baik akan meningkatkan nafsu makan klien
- makana adalah bagian
dari peristiwa sosial, dan nafsu makan dapat meningkat dengan sosialisasi
- Makanan hangat dapat
meningkatkan nafsu makan.
- membantu memenuhi
kebutuhan dan meningkatkan pemasukan
- Meningkatkan pemenuhan sesuai dengan kondisi klien
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rhinitis
alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau
terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang
sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan dengan allergen yang serupa (Von Pirquet, 1986).
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction
Berlangsung
sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
Late Phase Allergic Reaction
Reaksi yang
berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan
dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen
hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke
dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara
genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel
mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta
limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan
vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan
hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh
persiapan. (Behrman, 2000).
4.2
Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan
pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan
Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan, Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Lucky Club Casino Site - Lucky Club - UK's #1 Online Casino
BalasHapusLucky Club is 카지노사이트luckclub the #1 UK online casino offering a unique and high quality gaming experience. Register today to claim your welcome bonuses!